Activities

Tuesday, January 12, 2010

REGULASI TERHADAP MEDIA MASSA



Regulasi terhadap media massa dimaksudkan adalah adanya berbagai peraturan-peraturan yang ditujukan untuk media massa dan industrinya.Selama ini Negara menjadi pengatur regulasi media tampak dominan sehingga pemerintah dalam posisinya disebut regulador media yang fungsinya ganda.Dari sisi bentuknya media masa terdiri dari surat kabar,majalah,radio,televisi dan film.Dan hukum yang mengaturnya dibagi menjadi 3 yakni hukum pers,hukum penyiaran dan hukum film.Dengan begitu pengklaasifikasiannya yakni hukum pers mengatur surat kabar dan majalah,hukum penyiaran mengatur radio dan televisi serta hukum film mengatur tentang film.

Menurut Prof. DR. Isang Gonarsyah (2001) PPs-IPB, regulasi adalah “upaya sadar oleh individu atau kelompok individu untuk mempengaruhi sikap dari individu atau organisasi lainnya. Sifat regulasi berusaha membatasi prilaku sesorang atau kelompok.
Menurut Stigler regulasi adalah tanggapan pemerintah atas permintaan regulasi oleh kelompok-kelompok orang atau lapisan masyarakat agar kepentingannya terpenuhi walau terkadang merugikan kelompok lainnya.Dalam hal ini yakni media massa berarti ada pro dan contra antara pelaku media dan penikmat media massa itu sendiri.

Media massa bila dilihat dari posisinya yakni sebagai lembaga social ,media massa berinteraksi dengan lembaga social yang lainnya.Ia mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lembaga yang lanilla.Maka dalam keadaan seperti ini media mempunyai regulasi.Regulasi yang dimaksud terhadap media massa dapat berbentuk peraturan pemerintah,keputusan pemerintah,dan Undang-undang(UU).Sedangkan UU inilah yang kemudian disebut hukum media massa.

Dilihat dari jauh sebenarnya hukum media massa mempunyai tujuan yang dapat dikelompokkan yakni pertama untuk mengendalikan media massa.Dalam konteks ini peranan hukum media massa yakni merupakan instrumen untuk membatasi media massa agar tidak melencenga dari keinginan,misalnya pemerintah.Pada titik inilah hukum media massa disebut memiliki karakter politik.Tujuan yang kedua yaitu untuk mengatur media massa agar perperilaku wajar sesuai dengan keinginan masyarakat,agar tidak merugikan masyarakat .Dalam konteks ini berarti media massa memiliki karakter social.

Regulasi media massa juga melibatkan kebijakan media massa dimana kebijakan ini merupakan upaya untuk mengatur keberadaan media massa dan industrinya.Kebijakan media massa merupakan kebijakan komunikasi.Ini berarti kebijakn media massa merupakan kebijakan Public .Kebijakan media massa merupakan kumpulan prinsip dan norma yang mengatur sistem media massa Indonesia.Oleh karena itu kebijakan media massa ini tidak dapat dipisahkan dari perkembangan social,politik dan ekonomi sebuah negara.

Pada tataran hakikat dapat dilihat bahwa regulasi media merupakan konsekuensi logis dari permainan simbol budaya yang diciptakan oleh manusia. Dalam hal ini, institusi yang berwenang membuat regulasi yang tetap adalah pemerintah.Regulasi media harus dilihat sebagai satu keseluruhan permainan tiga aktor utama dari percaturan media massa terutama di Indonesia, yaitu pasar, masyarakat, dan negara. Hubungan antara tiga aktor utama itu bersifat mendua. Pertama, artinya bahwa hubungan yang baik ketika tiga aktor tersebut bisa menjalin hubungan yang harmonis dan saling mengisi. Kedua, artinya bahwa hubungan antara ketiga aktor tersebut ada pihak yang mendominasi pihak lain.

Dalam kerangka pembuatan aturan main secara ekonomi politik fair dalam bidang media, maka dirasakan perlu untuk membentuk hubungan yang harmonis antara tiga aktor tersebut. Masalahnya institusi sah yang bisa mempunyai kekuasaan regulator adalah negara. Negara wajib dan berwenang untuk mengatur kebijakan media sehingga bisa mencapai fairness bagi semua pihak.Konsekuensi kekuasaan politik dan ekonomi media yang dipunyai oleh negara juga tetap menjadi konsekuensi global, di mana di dalamnya ada seperangkat nilai yang mau ditawarkan. Fungsi negara menjadi sangat vital. Kiranya urgensi peran negara dalam pengaturan globalisasi media tetap diperlukan.

Perkembangan kapitalisme lanjut, seperti yang dikatakan oleh Habermas, juga tetap memerlukan negara sebagai faktor regulator yang menjamin kepentingan publik berikut kepentingan pasar. Masalah komunikasi antara publik, pasar dan negara merupakan wacana tersendiri dalam demokratisasi dan komunikasi politik yang rasional. Tidak terhindarkan peran negara dalam fungsi regulator karena selain bahwa negara mempunyai mandat kedaulatan publik, negara juga mempunyai aparat yang bisa membuat pemberlakuan efektif sebuah regulasi.

Operasionalisasi regulasi media yang dilakukan dalam konstelasi standarisasi nilai yang disepakati dan konteks politik ekonomi yang berkembang. Standarisasi norma dan pengaturan media menjadi point yang krusial. Hal itu disebabkan standarisasi norma dan pengaturan media memuat berbagai ragam kepentingan, pengaruh, ideologi sosial politik, praksis ekonomi. Kasus regulasi media di Indonesia memuat ragam kepentingan yang bercampur dalam seluruh interaksi saling mengandaikan antara pelaku/subjek pasar kapitalisme Indonesia yang sering bersifat erzats (kapitalisme semu karena fasilitas birokrasi), masyarakat Indonesia yang plural dan rentan disintegrasi, media massa Indonesia yang sering kali berperilaku jinak-jinak merpati tapi di lain waktu media Indonesia bisa bersifat seperti serigala yang bisa memangsa konsumennya sendiri, dan perilaku pemerintah yang masih mencari-cari identitas legitimasi sosial-etis atas rakyatnya sendiri.

Ragam kepentingan, ideologi, sistem sosial-budaya-ekonomi yang masuk dalam usaha regulasi media di Indonesia mempengaruhi arah dan objektivitas regulasi media di Indonesia. Setidaknya ada tiga pihak yang berkepentingan dalam regulasi dan globalisasi media di Indonesia. Pertama adalah masyarakat komunitas (society-publik). Pertanyaan kritis untuk memahami peran dan fungsi regulasi media, terutama dalam era globalisasi media, adalah sejauh mana regulasi media mampu melindungi, memberdayakan, memampukan masyarakat menjadi pihak yang mandiri dalam terpaan informasi media baik lokal, nasional maupun globa .Artinya apakah regulasi media di Indonesia mampu menciptakan dan membentuk ranah publik, komunitas atau media yang sensitif-akomodatif sehingga publik/masyarakat semakin bisa menyuarakan aspirasi secara efektif, bebas, sehat dan rasional



HAL-HAL YANG MELATARBELAKANGI REGULASI TERHADAP MEDIA MASSA DI INDONESIA

Dari sekian kelemahan dan persoalan mendasar dalam regulasi media, tetap saja harus diakui bahwa gerak regulasi media Indonesia merupakan usaha tanggap tanda jaman para insan media mencermati perkembangan globalisasi media.Nilai demokratisasi, transparansi menjadi titik tolok ukur bagaimana media harus diperlakukan sama seperti institusi demokrasi lainnya. Selain itu, media global ditantang untuk tidak hanya menawarkan pembusukan simbol tapi dengan tataran nilai akuntabilitas, kredibilitas; diharapkan media global khususnya Indonesia untuk menjadi tempat yang baik dan subur pengembangan masyarakat yang rasional dan informatif. Tentu saja, masyarakat yagn komunikatif, rasional dan informatif adalah masyarakat yang mampu memaksimalkan ranah privat dan publik secara sinergis.

Point-Point Ide dalam Pengembangan Regulasi Media di Indonesia
Perspektif politik ekonomi media adalah salah satu perspektif yang bisa dipakai untuk memberikan ide-ide pengembangan regulasi mengantisipasi globalisasi media di Indonesia yang sedang berkembang sampai sekarang.Pendekatan political economy untuk kajian regulasi media menyiratkan bahwa ada hubungan yang erat antara kepemilikan media, pengawasan media, hubungan antara industri media dengan industri lain atau pada elite sosial lainnya.

Di lain pihak, globalisasi media mempertegas posisi media sebagai instrumentalisasi komoditas (Schudson, 1992; Mosco, 1996). Padahal media massa sebagai agen kebudayaan sosial memuat peran yang tidak kecil, yaitu memecahkan nilai tradisional, promosi identitas nasional, disseminasi keahlian tertentu dan mempercepat ekspansi pendidikan formal serta pengembangan pendidikan. Itulah sebabnya pembahasan dan pembuatan regulasi media tidak bisa memisahkan diri dari perspektif politik ekonomi, justru karena media telah menjadi media independen untuk komodifikasi budaya, spasialisasi kehidupan sosial dan sebagainya. Di samping itu, perspektif politik ekonomi media juga harus mengikuti tren dan kajian modern mengenai media, kalau tidak mau ketinggalan fakta dan empiri yang sudah lebih maju. Perspektif politik ekonomi juga harus mulai memperhatikan soal virtuality dan simulacrum yang diciptakan oleh media baru seperti Internet (Braudillard, 1999)menyangkut masalah undang-undang pornografi telah jelas dan untuk menjaga nilai0nilai dalam budaya masyarakat agar tidak ada penyimpangan.

Kedua adalah ide penguatan makna ruang dan kepentingan publik dalam regulasi media. Urgensi penguatan ruang dan kepentingan publik dalam regulasi media disebabkan oleh kemendesakan peran dan fungsi sosial publik sebagai pemegang kedaulatan yang utuh dan transparan. Ruang publik merupakan tempat atau ruang di mana rakyat dengan sengaja meluangkan waktu membicarakan peristiwa sehari-hari dan unsur dialog tersebut penting bagi pengembangan demokrasi (Frazer, Nancy, 1993). Ruang publik adalah tempat di mana setiap warga secara bebas terlibat dalam wacana realitas sosial yang mengontrol negara dan pasar. Fungsi media adalah untuk menjembatani dan menjadi wacana bebas bagi publik. Ruang publik adalah tempat di mana ada ruang untuk media menyebarkan informasi fakta yang diperlukan untuk pemenuhan, penentuan sikap baik sikap sosial, ekonomi, budaya dan politik.

Regulasi globalisasi media seharusnya mampu menemukan ruang publik yang lebih luas dan bertambah luas. Artinya regulasi media juga menciptakan ruang demokrasi dengan mendorong dan menstimulasi media komunitas (community media) yang membawa aspirasi original masyarakat komunitas tersebut. Dalam RUU penyiaran, hal itu memang diatur tapi masalahnya lembaga penyiaran komunitas yang diatur dalam RUU tersebut tidak secara eksplisit mampu dengan mandiri, swasembada, self-regulatory menjadi alat penguatan masyarakat (lihat RUU penyiaran ps 18). Kemampuan masyarakat untuk menyediakan informasi alternatif di samping terpaan arus informasi yang begitu dahsyat membawa dampak penting bagi pendidikan dan pemberdayaan masyarakat sebagai civil society.

Secara umum regulasi media di Indonesia masih mempunyai kesan mentalitas free of…..(bebas dari) belum menjadi paradigma kebebasan untuk. Termasuk juga dalam soal arus pengadaan media komunitas sebagai sarana perkuatan basis modal sosial (social capital) setiap komunitas masyarakat Indonesia.
Sebuah media yang menjadi ruang publik mengandaikan media yang harus ditata dan profesional sehingga bisa menjadi saran yang menjamin berlangsungnya tindakan dan refleksi. Media komunitas, baik cetak maupun elekronik diharapkan mampu berfungsi secara maksimal.

Ketiga, regulasi media perlu juga memuat beberapa masalah lentur teknologistik-ekonomis yang belum terprediksi secara jelas. Soal kepemilikan silang, apabila tidak diatur secara jelas maka akan mengakibatkan sistem monopoli opini yang membahayakan konsep refleksi diri dan sosial masyarakat (bdk bab 2 pasa 5 point g – RUU penyiaran). Masalah redefinisi dunia cyber yang berkembang di Indonesia. Kejahatan-kejahatan baru melalu internet belum mendapat perhatian yang lebih dari para pelaku media (berkaitan dengan masalah modifikasi, spasialisasi, revolusi konsep ruang-waktu dalam berkomunikasi, soal etik kekayaan intelektual yang mudah dicuri dan digandakan secara massal dan sebagainya).

Harus ada solusi dari dampak negatif penyiaran pertelevisian di Indonesia agar masyarakat sebagai khalayak dapat memaknai iptek dengan intelektual yakni bersifat ilmiah, emosional yakni tidak menyimpang dari tata krama dan spritual yakni tidak berlawanan dengan keyakinan beragama. Yasir MSi ahli media massa dari ilmu Komunikasi Unri menyebutkan tiga solusi dari dampak negatif penyiaran dengan kekuatan kapital dibelakangnya yakni, pertama, melakukan regulasi media massa agar informasi diinterprestasikan khalayak secara logis dan bermakna, kedua memperkuat jaringan civil education untuk menciptakan masyarakat yang kritis dengan daya tangkal dan daya resistensi yang kuat terhadap informasi, ketiga, menciptakan countermedia yaitu media yang tumbuh dari publik diawasi oleh publik dan mampu memperjuangkan kepentingan-kepentingan publik yang beraneka ragam.
Masyarakat tidak perlu berpangku tangan dengan pemerintah tapi ikut serta aktif menyuarakan haknya di ruang publik melalui Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang belum menampakkan eksistensinya sebagai lembaga yang memiliki wewenang penyiaran di Indonesia. Saatnya kini pertelevisian Indonesia mengembalikan fungsi kontrol sosialnya agar siaran-siaran layak dikonsumsi oleh masyarakat. Hal ini begitu penting karena nilai-nilai yang terkandung didalam agama lebih utama dibandingkan kepentingan-kepentingan perorangan atau kelompok yang dapat merusak kemaslahatan kehidupan masyarakat menuju peradaban yang lebih tinggi.
Jadi regulasi media sangat diperlukan untuk mengatur media massa karena dengan adanya peraturan maka media massa tidak serta merta berlaku bebas terhadap pemberitaan,penyiaran serta mempublikasikan hal-hal yang kiranya menjerumuskan masyarakat atu merugikan bagi masyarakat luas.Kasus kasus yang sering diberitakan media dan menjadi pro dan kontra diantaranya pencemaran nama baik,karena mengatasnamakan kebebasan berbicara dan berpendapat yang tidak seimbang sehinnga merugikan salah satu pihak.Privasi dalam hal publisitas.Ranah lingkup hal-hal yang harus diregulasi diantaranya adalah:
1. Media cetak(membatasi Koran untuk tidak memberitakan hal-hal yang faktanya dilapangan nihil.
2. Media penyiaran yakni tv dan radio senantiasa memberitakan atau membuat program yang tidak menyesatkan bagi pemirsa maupun pendengarnya
3. Media massa tentang hak cipta
Tentang Regulasi Media massa
a. Regulasi media merupakan konsekuensi logis dari permainan simbol budaya yang diciptakan manusia
b. Institusi yang paling berwenang membuat kebijakan  pemerintah/negara
c. Pemerintah sebagai institusi sah yang mempunyai kekuasaan regulatif untuk mencapai fairness.
d. Negara sebagai penerima mandat kedaulatan publik sekaligus memiliki aparat yang dapat membuat pemberlakuan kebijakan menjadi efektif
ELEMEN-ELEMEN REGULASI PENYIARAN
 Secara umum elemen-elemen regulasi penyiaran berlaku universal dim setiap negara:
1. Elemen sentral  sistem perijinan.
Media berhak bersiaran jika berhasil mendapatkan ijinn dari otoritas negara yang bertanggung jawab dalam menetapkan kriteria bagi penggunaan gelombang. Dalam konteks Indonesia hal ini termaktub dalam UUD 1945 ps 33 ayat 3 dan 4, UU penyiaran No 32/2002, pasal 1 (ayat 8); 6 (ayat 2); 7 (ayat 2); 33(ayat 3, ayat 4, dan ayat 5)
2. Peraturan pencegahan konsentrasi kepemilikan dan kepemilikan silang media penyiaran.
 Straubhaar & LaRose (1997): “the economic of large scale cultural industries, tend ton create oligopolies”. Barangsiapa mengontrol sebagian besar pemirsa dan pendengar, melalui penguasaan isi media, maka ia akan berada pada posisi utama, untuk mempoengaruhi sikap dan perilaku khalayak.








1 comment:

  1. Regulasi menjadi benteng pertahanan moral khalayak di tengah derasnya media membanjiri khalayak dengan program-program yang tidak selalu bermakna positif. sepakat mbakkk....

    ReplyDelete